04/24/13 - )|( PKS Bae Kudus
Headlines News :

Mudah Memaafkan dan Cepat Reda Ketika Marah

Rabu, 24 April 2013 | 23.51




DALAM kehidupan dunia ini, tak seorang pun yang tak pernah marah. Marah adalah fitrah manusia. Tetapi tidak semua marah itu buruk atau tercela. Marah ketika kebenaran dilecehkan adalah marah yang produktif bahkan wajib.

Sayyidina Ali berkata, “Rasulullah tidak pernah marah dalam urusan dunia. Jika beliau marah oleh kebenaran (yang dilecehkan), maka tak seorang pun mengenalinya dan berani berdiri karena amarahnya hingga beliau memperoleh pertolongan dari Allah.” (HR. Thabrani).

Marah dalam konteks ini pernah juga terjadi pada riwayat sahabat. Suatu ketika Abu Bakar sangat marah kepada Umar bin Khathab yang membujuknya untuk membatalkan pengangkatan Usamah bin Zaid sebagai panglima perang. 


Tetapi, karena pengangkatan Usamah itu dilakukan oleh Nabi maka Abu Bakar tidak mau menerima usulan Umar.
Dan, ketika Umar mendesak terus menerus, Abu Bakar spontan melompat dan memegang jenggot Umar seraya berkata, “Apakah engkau menyuruhku untuk mengubah keputusan Rasulullah?” Marah tetap perlu, tetapi konteksnya adalah dalam iman dan kebenaran.

Marah yang tercela itu adalah marah yang dilampiaskan secara berlebihan kemudian kaitannya hanya karena hal-hal yang tidak begitu penting. Seperti marah karena istri terlambat menyediakan makan, atau murid tidak bisa mengerjakan tugas sesuai keinginan guru, dan lain sebagainya.
Seorang teman pernah bertutur bahwa dirinya tidak pernah marah kepada anak-anak hanya soal kebendaan. Seperti piring pecah, motor rusak karena jatuh, atau apapun. Tetapi ia sangat marah manakala ada di antara anak-anaknya yang berkata kotor dan menyakiti orang lain.

Betapa banyak di sekeliling kita orang marah di luar kontek bahkan terkadang sangat berlebihan?. “Sudah sarjana, tapi packing (mengepak barang) saja tidak bisa?” demikian salah satu contoh sikap berlebih-lebihan dalam kata-kata saat marah.

Jalan Setan


Marah dalam konteks keduniawian menjadikan setan semakin mudah menguasai hati seseorang. Karena marah yang bukan karena kebenaran datangnya dari setan.

Sekali waktu Aisyah radhiyallahu anha pernah marah. Lalu Rasulullah bertanya, “Setanmu telah merasukimu?” Aisyah balik bertanya, “Apakah engkau juga punya setan, ya Rasulullah?” Beliau menjawab, “Ya, saya juga. Tetapi saya senantiasa berdoa kepada Allah dan Ia menolongku sehingga aku pun selamat dan tidak memerintah kecuali hanya kebaikan.” (HR. Muslim).

Pantas jika kemudian Imam Ghazali dalam kitab Ihya Ulumuddin berkata bahwa marah adalah api yang bersemayam dalam hati yang dapat menimbulkan kesombongan, yang boleh jadi, kesombongan itu berasal dari api yang digunakan untuk menciptakan setan.

Senada dengan Imam Ghazali, Imam ibn Hajar Al-Asqalani sebagaimana dikutip oleh Dr. Anas Ahmad Karzon dalam bukunya Tazkiyatun Nafs mengatakan bahwa marah dalam hal keduniawian yang dilampiaskan secara berlebihan akan mendatangkan kesombongan yang berujung pada kemarahan, dendam, dan dengki. Sementara itu, dampak bagi lisan, kemarahan akan mendorong seseorang berkata kotor dan murahan.

Maka apabila ada sebuah kejadian yang membuat kita marah, sementara diri dalam kebenaran dan memegang kendali permasalahan, sebaiknya tenangkan diri, diam dan perbanyak istighfar. Jika tidak, maka nafsu akan menguasai hati dan boleh jadi, lisan akan berkata-kata kotor dan murahan yang bisa menimbulkan permusuhan dan pada akhirnya akan sangat disesali hingga akhir hayat.

Maka Rasulullah bersabda bahwa, “Orang yang kuat adalah orang yang sanggup mengendalikan hawa nafsunya ketika marah.” (HR. Muslim).

Oleh karena itu, ketika ada sahabat yang meminta wasiat kepada Nabi, belliau bersabda, “Jangan marah, jangan marah, dan jangan marah.” (HR. Bukhari).

Tingkatan Marah

Dalam Ihya Ulumuddin Imam Ghazali membagi marah dalam tiga tingkatan. Pertama, manusia yang tafrith (serba kekurangan), yaitu manusia yang kehilangan potensi amarah dan emosinya sama sekali (sehingga tidak dapat marah).

Kelompok manusia yang tafrith ini adalah tercela, dan inilah yang dimaksud dalam ungkapan Imam Syafi’i. “Barangsiapa yang sengaja dibuat marah, namun tidak marah maka ia adalah keledai”.
Kedua, manusia yang memiliki emosi seimbang, tidak terlalu lemah dan tidak terlalu ekstrim amarahnya. Sifat seperti inilah yang disematkan Allah kepada para sahabat, sebagaimana tersirat dalam firman-Nya;

مُّحَمَّدٌ رَّسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاء عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاء بَيْنَهُمْ
“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka.” (QS. 48: 29).

Ketiga, manusia yang ifrath (serba berlebihan), yaitu manusia yang amarahnya melampaui batas sehingga keluar dari kendali akal dan agama. Orang semacam ini tidak dapat berfikir jernih, bahkan terkesan ia seperti orang terpaksa. Selalu berkata-kata kotor dan menebar fitnah serta kebohongan-kebohongan.

Artinya, kalau pun harus marah, maka marahlah dengan wajar, tidak berlebihan dan jangan sampai mendorong lisan berkata buruk, apalagi disertai tindakan ekstrem yang diluar batas akal dan agama. Karena marah termasuk hal yang positif selama tidak keluar dari kaidah iman dan kebenaran.

Meredakan Kemarahan

Lantas, bagaimana jika suatu saat, tiba-tiba muncul situasi yang diluar dugaan dan memancing emosi untuk marah? Nabi Muhammad shallallahu alayhi wasallam telah memberikan tips yang termaktub dalam sebuah haditsnya.

“Marah adalah (laksana) batu yang dinyalakan dalam hati. Tidakkah kalian melihat menggelembungnya urat leher dan memerahnya kedua mata orang yang sedang marah? Jika salah satu dari kalian mengalami kondisi seperti itu, maka jika sedang berdiri, duduklah, dan jika sedang duduk, berbaringlah. Jika amarah itu belum hilang juga, maka berwudhulah dengan air dingin dan mandilah karena api tidak dapat dipadamkan kecuali dengan air.” (HR.Tirmidzi).

Maksudnya, kita tidak boleh terpancing emosi dan berbicara atau bertindak atas dorongan kemarahan. Segeralah ubah posisi tubuh untuk menenangkan hati dan pikiran. Jika ternyata posisi tubuh tidak mampu mengubah gejolak hati, segeralah berwudhu atau mandi. Dengan begitu Insya Allah kita dapat mengontrol hati kita dan terhindar dari perbuatan bodoh, sehingga bisa lebih bijaksana dan lebih siap untuk memberi maaf.

Apabila kemudian memberi maaf menjadi pilihan utama, sungguh kita termasuk hamba yang berhak atas cinta dari Allah Subhanahu Wata’ala. Seperti yang termaktub dalam firman-Nya,

الَّذِينَ يُنفِقُونَ فِي السَّرَّاء وَالضَّرَّاء وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
“....dan orang-orang yang menahan marahnya dan memaafkan manusia. Dan sungguh, Allah mencintai orang-orang yang ihsan.” (QS.Ali Imron [3]: 134).

Dengan demikian, sudah seharusnya setiap Muslim tidak menjadi objek nafsu, sehingga hati dan akal pikirannya dipermainkan oleh kesombongan yang berakibat pada kemarahan, permusuhan dan dendam. Tetapi sebaliknya, menghidupkan hati dengan gemar memaafkan. Karena siapa memaafkan ia pasti dicintai oleh Allah Subhanahu Wata’ala. Tidakkah kita bangga jika Allah mencintai kita?

Kata Nabi, "Sebaik-baik orang adalah yang tidak mudah marah dan cepat memaafkan, sedangkan seburuk-buruk orang adalah yang cepat marah dan lambat memaafkan." (HR.Ahmad).*/Imam Nawawi

sumber:http://hidayatullah.com/read/28175/17/04/2013/mudah-memaafkan-dan-cepat-reda-ketika-marah--.html

'Bongkar' Penghujat PKS



Beberapa penulis di Kompasiana pada kanal politik sering menyerang partai Islam terbesar di Indonesia, yakni PKS. Setuju atau tidak, harus diakui partai inilah yang paling banyak mendapat dukungan dari pemilihnya yang merupakan suara mayoritas umat Islam. Haters, pengkritik, pembenci, ini berdalih apa yang ditulis dan dikomentari merupakan fakta terjadi saat ini. Walaupun tuduhan bahkan hujatan PKS haters itu dibantah oleh PKS Lovers namun tetap tidak memuaskan mereka. Bahkan tidak jarang kata-kata kotor menghiasi sebagian komentatornya.

Yang menarik adalah beberapa diantaranya sering mengatakan secara eksplisit maupun implisit bahwa PKS itu partai yang menjual agama. Padahal, mereka seharusnya menyadari bahwa apapun dan bagaimanapun partai inilah harapan umat Islam, karena misi-misi yang dibawanya adalah memperjuangkan kepentingan Islam. Dan kenyataan bahwa pemilih terbesarnya adalah umat Islam, ini tidak terbantahkan.

Nah disinilah awalnya perlakuan diskriminatif itu mereka lakukan, yakni dengan cara menyerang Islam melalui PKS. Karena pada kenyataannya bahwa yang menulis tentang PKS ini terkadang akidahnya tidak jelas, sering mencampuradukkan masalah iman ke wilayah abu-abu. Sekali lagi penulis menyadari tidak semua demikian. Namun komen-komen yang tidak konsisten dibeberapa opininya di Kompasiana dapat sebagai rujukan penulis.

Beberapa hal yang tidak bisa dipungkiri adalah ketika seorang penulis bernama Jack Soetopo mengatakan bahwa ia alumni Kairo, tapi pemahamannya tentang Islam agak bisa diktakan kurang dari pemahaman Islam pada umumnya. Apalagi dalam sebuah tulisannya dia mengatakan bahwa campur tangan Sang Hyang Widhi dalam masalah kebanjiran di Jakarta, ironis dengan komentar dan tulisannya yang sering berkoar-koar bahwa ia beragama Islam. 

Di satu sisi dia tidak mengenal PKS, disisi lainnya ia menghujat PKS seperti calo dan akan membongkar semua kebobrokan yang ada pada partai tersebut (kita tunggu). Begitu juga pengakuannya menjadi orang yang dekat dengan Bung Karno, bahkan ketika sekarat ia mengatakan berada disebelah Bapak Proklamator tersebut. Yang lebih parah lagi dia menghujat PKS itu partainya tukang kawin, namun ketika ditanyakan apakah ia tahu bahwa Bung Karno istrinya banyak, ia hanya terdiam saja. 

Belum lagi pengakuannya sebagai mantan tukang becak tamatan SLTP dan bekerja di luar negeri dan setelah pensiun akan kembali ke Indonesia dan memilih tempat tinggal di Bali. Namun dibeberapa artikel dia masih menyempatkan cerita tentang curhatnya dengan sesama tukang becak di Jogja. Hal ini terlihat tidak konsisten dan terkesan ia seorang fiksianer menurut saya, mohon koreksi. Beberapa kali komen saya terhadapnya dibelokkan ke topik lain untuk mengalihkan opini. Itu sah-sah saja walaupun terlihat lari dari permasalahan.

Penulis lain yang ‘menyerang’ PKS adalah Gatot Swandito (GS). Begitu gencarnya dia menyerang PKS apalagi akhir-akhir ini sering menggunakan kata-kata akhi, antum padahal maksudnya mencibir PKS Lovers.

Padahal sejatinya ia adalah seorang yang anti partai, sebagaimana terbaca dalam tulisannya yang menggeneralisir semua partai itu sama saja, apalagi PKS yang membawa ‘label’ islam merupakan suatu yang wajib bukan sunat lagi untuk diserang habis-habisan. Ketika ia diminta untuk membuat partai baru yang sesuai dengan keinginannya ia sedikit memprotes kenapa itu harus ia lakukan. Dan ketika ditanyakan media apa yang harus digunakan untuk mendukung semua idenya dalam tulisan ia juga belum menjawab.

Ia banyak menulis tentang ketidakkonsistenan PKS dalam mengambil sebuah keputusan politik yang menurutnya adalah suatu yang tidak pantas dalam partai yang menaungi umat islam. Sama dengan JS banyak bantahan juga yang diajukan kepadanya, namun ia tidak bisa menerimanya sehingga membuatnya jenuh menulis tentang partai yang fenomenal tersebut. Namun dibalik itu ternyata ia masih juga menyempatkan menulis tentag PKS (benci atau cinta?) walaupun tidak secara eksplisit menyebut nama partainya. Hal ini bisa dilihat dari tulisan-tulisannya di kanal politik dan komentarnya terhadap parti itu. Sekali lagi itu suatu hal yang sah-sah saja, mohon koreksi.

Bagaimana dengan Agus Sutondo (AS)? Mantan napi koruptor ini akhir-akhir ini agak berkurang tulisannya di Kompasiana, mungkin sibuk pencalegan (lagi) dari partai lamanya (atau partai baru?) Penulis ini begitu gencarnya menyerang PKS dengan memberikan beberapa link yang menguatkan tentang tuduhannya tersebut. Pada suatu saat ketika ditemukan kenyataan bahwa keterlibatannya terhadap tindak pidana korupsi, semua itu dibantahnya bahkan mengatakan ia bersama rekan-rekannya telah mendapat putusan bebas dari MA dan nama baiknya harus dipulihkan kembali. Ketika ditanyakan putusan MA tersebut atau link yang menganulir putusan Pengadilan yang meutuskannya bersalah, ia belum dapat memberikan jawaban. 
Setidaknya itu yang saya ikuti sampai saat ini, mohon koreksi jika saya keliru.

Mengapa AS begitu bencinya dengan PKS tidak terlepas dari background platform partainya yang berbeda. Apalagi di Pilkada Jabar dan Sumut partainya mengajukan gugatan ke MK terhadap kekalahannya yang beruntun di dua Provinsi terbesar di Indonesia tersebut. Sehingga wajarlah dengan kebebasan menulis di Kompasiana ia dapat menumpahkan segala kekesalannya terhadap partai tersebut untuk diketahui para Kompasianer. Terlebih lagi di Depok tempatnya terpilih sebagai anggota Dewan dinahkodai oleh seorang Walikota dari Kader partai yang dibencinya.

Sekali lagi saya tidak membatasi perjuangan umat Islam itu hanya lewat partai politik, tapi bisa saja dengan ‘kendaraan’ lain seperti ; ormas, media, yayasan, ponpes, dan sebagainya. Kepada Islamlah kita harus fanatik, bukan kepada kendaraanya. Karena kendaran bisa saja keliru namun Islam adalah sebuah kebenaran.

Sekedar catatan tambahan bahwa beberapa penulis yang mengkritisi PKS telah banyak menyumbangkan ide, kritikan, opininya di Kompasiana. Begitu banyak tulisan-tulisan mereka sehingga setiap ada kejadian aktual selalu menginspirasikannya untuk menulis. Memang begitulah seharusnya pemikiran seorang yang masih menjunjung tinggi idealisme, walaupun ketika menghadapi kenyataan di lapangan terkadang harus berfikir dua kali untuk mengaplikasikan keidealismeannya, karena penonton sepak bola tidak sama dengan pemain bola itu sendiri.

Dibalik banyaknya tulisan-tulisan mereka ketika dihadapi sebuah kenyataan bahwa mereka harus menulis tentang hal yang ‘negatif’ tentang PKS maka akan banyak mendapat bantahan dari PKS Lovers baik dari yang awam maupun yang paham ‘isi’ partai tersebut. Sehingga terkadang dalam komen-komen mereka terlihat adanya keputusasaan dalam menghadapi bantahan-bantahan atas tulisan pendiskreditannya terhadap PKS. 

Sementara di era Kompasiana sebelumnya kebiasaan tulisan seseorang akan mendapatkan dukungan komentar dari para Kompasianer, bahkan tidak sedikit yang memberikan sanjugan yang berlebihan. Tapi beda halnya ketika PKS yang dijadikan bahan tulisan apalagi berniat menyerang dengan cara-cara yang kurang etis, maka para ‘bodyguard’ PKS akan turun tangan membela sesuai kapasitasnya.
Itulah konsekwensi Membangunkan Macan Tidur.

sumber:http://politik.kompasiana.com/2013/04/24/membongkar-pks-heaters--554021.html

PKS Tetap Komitmen Berantas Korupsi


Ciri khas atau pembeda dari PKS dibanding parpol lain adalah PKS merupakan salah satu partai politik (parpol) yang serius melakukan kaderisasi kepemimpinan dan keanggotaan. Hal itu ditekankan oleh Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Dewan Pimpinan Pusat PKS, Syahfan Badri Sampurno, baru-baru ini.
PKS juga membekali anggotanya dengan materi-materi kebangsaan serta keagamaan dan kepemimpinan agar kelak menjadi kader dan calon pemimpin yang baik.

“Kita ada bidang pengembangan kepemimpinan yang secara rutin memberikan pelatihan kepada pengurus partai, anggota dewan, dan pejabat eksekutif rutin. Kita sebut Bangpim (Badan Pengembangan Kepemimpinan, Red). Intinya bagaimana menjadikan kader kita pemimpin yang baik,” paparnya.

Kaderisasi di internal PKS sendiri terdiri atas jenjang anggota pemula, anggota muda, anggota madya, dan anggota inti/anggota dewasa. Pembedaan jenjang ini juga terkait hak dan kewajiban. Misalnya, jika menjadi kader anggota muda, biasanya masuk menjadi pengurus di ranting, tapi untuk anggota madya dan dewasa, masuk dalam kepengurusan di tingkat DPP. PKS merupakan partai yang memiliki screening keorganisasian yang kuat dan memiliki rekam jejak kadernya dengan jelas.

Demokrasi dan Egaliter

Syahfan mengatakan nilai jual PKS terletak pada keteguhan memegang nilai-nilai demokrasi dan egaliter. Pihaknya tidak mengedepankan politik dinasti atau keturunan dalam jajaran kepemimpinan. Siapa pun yang dianggap paling memperhatikan rakyat, paling berkomitmen pada demokasi, itu yang akan ditarik menjadi kader dengan jenjang keorganisasian yang jelas.

PKS juga merupakan partai yang memperhatikan masyarakat dan terjun langsung ke masyarakat. Bila ada kader yang jarang turun ke lapangan akan ada laporan dari dewan pimpinan cabang (DPC) dan kemudian yang bersangkutan mendapat surat teguran.

Terkait cita-cita yang diperjuangkan, Syahfan menyatakan PKS ingin tak ada lagi korupsi di Indonesia. Untuk itu, pihaknya terus berjuang memberantas korupsi.

“Meskipun sudah ada kaderisasi, namanya juga manusia, masih ada yang melakukan kesalahan. Meskipun pimpinan partai tersangkut korupsi, kita tetap berkomitmen menegakkan pemberantasan korupsi. Kita juga berkomitmen melakukan pembersihan di internal partai. Jika memang terbukti melakukan korupsi akan dilakukan pemberhentian atau penggantian. Dengan memberantas korupsi kita bisa mewujudkan kesejahteraan dan keadilan bangsa Indonesia,” katanya.

Untuk merealisasikan cita-cita parpol, Syahfan memaparkan PKS selalu memperkuat lembaga yang ada, yakni Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dengan selalu memberikan dukungan politik.

Menurutnya, ada satu peran strategis di KPK yang belum dijalankan, yakni melakukan pencegahan. Pihaknya melihat KPK lebih fokus mencari kasus dan menindaklanjutinya. Padahal, di balik itu masih ada 40.000 kasus yang tidak berhenti. “Ada dua agenda kita terkait korupsi, yakni memperkuat KPK dengan mengingatkan bahwa di samping penindakan, juga perlu adanya pencegahan. KPK juga hendaknya melakukan supervisi institusi penegak hukum lain, yakni Kejaksaan dan Kepolisian, yang lebih kuat strukturnya sampai daerah-daerah,” imbuhnya.

Karena, menurut Syahfan, ada demoralisasi yang kuat di dua institusi penegak hukum, yakni Kejaksaan dan Kepolisian. Jika menjadi pemenang pemilu, PKS tetap mendukung KPK, sekaligus mendorong Kejaksaan dan Kepolisian bekerja maksimal dalam penegakan hukum, khususnya memberantas korupsi.

“Institusi polisi saja sudah punya aparat sampai ke desa-desa. Di kalangan masyarakat pun polisi sudah hadir. Polisi hadir saja, masyarakat sudah segan. Bayangkan, kalau polisi berkomitmen dan didukung masyarakat, seperti masyarakat mendukung KPK. Cita-cita kita tetap pada penegakan hukum dan keadilan, serta menyejahterakan rakyat. Salah satu kesejahteraan itu adalah memberantas korupsi,” tegasnya.

Iuran Kader

Menyangkut kondisi keuangan parpol, Syahfan mengakui untuk kebutuhan internal partai sudah bisa mandiri. Namun, untuk memenuhi kebutuhan di luar parpol, memang cenderung minim. Keuangan parpol berasal dari iuran kader yang menjadi anggota legislatif. Untuk anggota DPR, iuran sekitar 40 persen dari take home pay (THP). THP anggota DPR saat ini sekitar Rp 40 juta sampai Rp 50 juta. Sedangkan anggota DPRD provinsi Rp 18 juta sampai Rp 20 juta dan anggota DPRD kabupaten/kota Rp 12 juta sampai Rp 15 juta, dengan potongan sekitar Rp 5 juta.

“Itu semua masuk kas parpol. Jadi dengan iuran tersebut, untuk kebutuhan rutin ada. Tapi kalau untuk iklan di media massa dan sebagainya, memang kita minim sekali, kecuali ada donatur,” ujarnya.
Menurut staf Bendahara Umum PKS, Marwan, biaya operasional PKS dalam setahun sekitar Rp 23 miliar. Biaya tersebut meliputi gaji pegawai, konsumsi rapat, dan kunjungan rutin ke daerah. Total donatur, baik dari sumbangan dan iuran anggota legislatif sekitar Rp 25 miliar setahun, dan bantuan pemerintah setahun Rp 886.134.168.
Syahfan menambahkan, untuk Pemilu Legislatif 2014, diperkirakan biaya yang dikeluarkan partai berkisar Rp 100 miliar hingga Rp 150 miliar. Untuk satu daerah pemilihan (dapil) diperkirakan membutuhkan dana Rp 2 miliar.

Saat ditanya tentang fungsi yang hingga saat ini belum dijalankan atau masih lemah diimplementasikan secara internal, Syahfan menjelaskam PKS masih punya cita-cita menjadi parpol modern yang kuat. “Kita belajar dari Partai Buruh di Australia, bertemu juga dengan partai buruh di Inggris, serta Partai Komunis China, untuk belajar bagaimana menjadi partai modern. Partai modern adalah partai yang basis massanya kuat dan kaderisasi kuat. Kita secara kaderisasi sudah kuat, tapi basis massa kita belum. Misalnya, Nahdliyin itu basis massa PKB, Muhammadiyah basis massa PAN, kalangan birokrat basis massa Golkar. Kita belum punya basis massa yang kuat. Orientasi kita masih di kampus dan mahasiswa. Kita ingin jadi partai modern kuat, kaderisasi bagus, tapi basis massanya juga kuat,” ucapnya.

Ketika disinggung soal strategi dan langkah yang bisa ditempuh agar parpol betul-betul membawa kemaslahatan bagi rakyat dan bukan menjadi salah satu sumber korupsi uang negara, Syahfan menuturkan PKS fokus untuk mendorong program pemerintah yang menyentuh langsung kesejahteraan masyarakat. Salah satunya, kegiatan di Kementerian Sosial melalui Program Keluarga Harapan (PKH). Program tersebut menyasar keluarga-keluarga, terutama ibu-ibu miskin yang layak diberi bantuan. Semuanya tercatat dengan baik, sehingga bantuan bisa tepat sasaran.

Selain itu, di internal parpol juga ada program bernama “Rumah Keluarga Indonesia”. Kedua program tersebut intinya bercita-cita membangun keluarga yang kuat, sekaligus mempunyai komitmen moral bagi kemajuan bangsa.

“Kita prihatin dengan keluarga yang tidak punya pendidikan moral. Contohnya, ayah memperkosa anak sendiri, bahkan ibunya pun tidak tahu setelah sekian lama. Artinya, pendidikan moral di keluarga tersebut sangat minim. Kalau keluarga tidak punya nilai, maka bisa menghancurkan bangsa, membuat bangsa rapuh perlahan. Penguatan keluarga merupakan bagian dari aset peningkatan kesejahteraan rakyat,” terangnya.

Target Pemilu 2014 adalah PKS berada di posisi tiga besar. Hasil simulasi yang dilakukan di internal partai, PKS bisa mendapatkan 20 persen kursi di DPR. “Kita sudah punya 57 kursi di DPR sekarang, target optimisnya, dua kali dari sekarang,” katanya.

Tentang capres-cawapres, Juru Bicara DPP PKS, Mardani Ali Sera menjelaskan berdasarkan keputusan Majelis Syuro setelah pemilu legislatif baru PKS akan memutuskan apakah akan mengajukan capres-cawapres, capres saja, cawapres saja, atau mendukung capres/cawapres parpol lain.

“Kalau ternyata tingkat dukungan publik kuat, kita bisa mengajukan pasangan. Kalau ternyata dukungan publik yang sesuai kita harapkan, kita bisa juga mengajukan hanya capres atau hanya cawapres saja,” katanya.

Jika akhirnya harus berkoalisi saat pilpres, lanjut Mardani, PKS sangat terbuka untuk berkoalisasi dengan parpol mana pun, asal memiliki kesamaan visi-misi, serta karakter perjuangan yang pro-rakyat, pro-penegakan hukum, dan pro-pemberantasan korupsi.

PKS harus bekerja keras untuk meningkatkan elektabilitasnya karena kasus yang menimpa mantan Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq sangat memukul kepercayaan publik terhadap partai tersebut.
“PKS masih butuh kerja keras untuk mengembalikan kepercayaan publik setelah ditetapkannya mantan Presiden PKS, Luthfi Hasan Ishaaq, sebagai tersangka kasus suap impor daging sapi,” katanya.

sumber:http://www.beritasatu.com/pemilu-2014/109919-terus-berjuang-memberantas-korupsi.html

Caleg PKS Non Muslim? Ini Alasannya



Sebenarnya saya malu mau menuliskan ini, belum banyak yang bisa saya perbuat untuk dakwah  dan saya juga tidak jago dalam menulis. Tapi melihat banyaknya kesalahpahaman kenapa PKS mencalonkan Non-Muslim di daerah Indonesia Timur. Kalau menurut saya ini isu biasa aja, tapi bagi sebagian orang mungkin ini isu yang cetar membahana layaknya Indonesia mau kiamat. Segala argumen dengan nada menyerang bertebaran di kolom komentar untuk postingan Dakwatuna pagi ini.

Saya sudah setahun berada di Papua tepatnya daerah Pegunungan Tengah di salah satu kabupaten pemekaran dari Jayawijaya, daerah yang sering dilanda konflik, daerah dengan jumlah muslim minoritas. Jangankan bicara jumlah kader, jumlah Muslimnya saja masih sedikit.

Awal kesini saya menemui ketua DPW PKS Papua ustd. Danang untuk menanyakan siapa ikhwah dan kelompok liqo yang bisa saya temui di Kabupaten tujuan. Berharap akan gabung dengan kelompok liqo baru eh ternyata ikhwah dalam 1 kabupaten itu hanya 1 orang, beliau bekerja di salah satu perusahaan tambang. Bahagianya luar biasa ketika bertemu dengan ikhwah di tengah hutan belantara ini, rasanya menemukan sebongkah emas, jangankan bertemu ikhwah bertemu muslim saja sudah luar biasa senangnya.

Mesjid hanya satu dalam 1 kabupaten yang begitu luas, itupun belum boleh adzan dengan menggunakan pengeras suara. Ke Mesjid perlu naek ojek biar tidak terlambat atau pergi 1 jam sebelum adzan biar gak telat shalat berjamaah karena komplek saya tinggal ada sekitar 3 KM jaraknya ke Mesjid. Jika kangen dengan suara adzan, ya kita putar melalui HP di rumah. Alhamdulillah itu masih kami syukuri karena masih ada mesjid meski cuma 1, ada tempat berkumpul dengan masyarakat Muslim lainnya. Di Kabupaten lain malah ada yang belum punya mesjid.

Untuk agenda pengajian mingguan (Halaqoh) ikhwah harus rela menuju ke kabupaten tetangga, jangan bayangkan aksesnya mudah seperti di Jakarta yang dengan mudah kapan saja kita mau bisa berangkat, tak ada jalur darat semua jalur udara. Pertama kali mengikuti halaqoh dengan kawan-kawan ikhwah di pegunungan, saat perkenalan si A dari kabupaten ini, si B dari kabupaten itu. Luar biasa.

Itulah sekilas tentang kondisi kami di daerah minoritas di belantara Papua. Kita kembali ke masalah kenapa PKS mengusung calon yang Non-Muslim? Begitu munafiknyakah partai ini? Begitu rakusnyakah partai ini dengan kekuasaan? Melihat komen-komen itu saya sendiri miris melihatnya. Seperti daerah yang saya tinggal jumlah muslim kurang dari 1% apakah kita ngotot untuk memimpin yang mayoritas Non-Muslim, barangkali mereka juga gak mau dipimpin oleh yang muslim 1 % itu. Mereka juga berhak dipimpin oleh yang seaqidah dengan mereka. Sama halnya misalnya kita di daerah yang mayoritas 99% Muslim, apakah kita mau dipimpin oleh yang minoritas 1 %? Janganlah kita samakan dengan DKI Jakarta, itu kondisi antara langit dan bumi. Lagian seandainya PKS tetap ngotot mengajukan kader untuk maju, apakah ada kader yang bersedia?

Saya sendiri lebih nyaman berdakwah melalui profesi saya ketimbang jadi anggota dewan, saya belum sanggup mengemban amanah yang begitu besar disini, tantangan yang luar biasa apalagi disini kalau sudah masalah politik penyelesainnya bukan ke pengadilan tapi perang suku. Coba kawan-kawan googling berapa banyak konflik politik disini yang berakhir perang antar suku. Disinilah keliahaian PKS untuk meminimalisir mudharat dengan menempatkan Non-Muslim di Dewan tapi yang mampu melindungi ummat Islam minoritas dan memberikan gerak untuk dakwah.

Secara psikologis masyarakat Papua juga lebih nyaman ketika mereka dipimpin oleh masyarakat asli ketimbang pendatang dan di tempat saya tak 1 pun orang asli Papua yang Muslim. Masih memaksakan orang Islam untuk naek?

Untuk komentar-komentar yang mennyatakan "kader bawah kasihan diperalat, kasihan kader bawah dibodohi". Kader bawah yang mana? Secara struktural saya tidak menjabat di PKS, saya juga tidak memiliki KTA PKS, saya hanya mengaji dengan orang-orang PKS. Saya tidak merasa dibodohi, apalagi merasa kasihan kepada saya. Jika saya dimanfaatkan untuk kebaikan oleh PKS, ya silahkan saja. Kalau memang benar-benar kasihan kepada kami disini, kesini yuk berdakwah di belantara Papua ini agar jumlah ikhwah cepat bertambah dan kerja-kerja dakwah ini lebih mudah. Saya salut dengan ikhwah yang berdakwah sudah puluhan tahun disini tanpa ingin kerja-kerjanya diketahui oleh dunia luar sana, ada yang sudah mendirikan sekolah Islam Terpadu, mendakwahi masyarakat pedalaman, tak ada mengeluh mereka hanya bekerja dengan cinta dan harmoni.

Do’a kan kami untuk bisa tetap istiqomah, melayani masyarakat dengan sepenuh hati, memberikan yang terbaik yang bisa kami berikan untuk agama dan negeri ini. Tak ada gunanya saling mencaci, merasa paling benar dakwahnya.

Salam 3 Besar dari Pegunungan Tengah Papua…..

Oleh Mukri 
Yahukimo Papua
@mukri_nst

sumber:http://www.pkspiyungan.org/2013/04/kader-pks-papua-beberkan-tentang-caleg.html#disqus_thread

Protokoler Handal Dibalik Sukses Milad PKS


SEMARANG — Protokoler milad rupanya menjadi salah satu faktor penentu sekaligus kunci di balik suksesnya penyelenggaraan milad PKS ke 15 di Semarang 18-20 April lalu, di samping keberadaan para panitia milad yang bekerja siang malam.

Menurut koordinator protokoler milad, Fris Dwi Yulianto, S.Kel, tugas yang menjadi prioritas utama dari protokoler ini melayani kebutuhan para peserta Rapimnas PKS.

“Total kami menurunkan 68 personel protokoler yang bertugas di semua hotel yang digunakan untuk penginapan para peserta Rapimnas. Masing – masing protokoler memandu peserta milad dari berbagai daerah, ada yang mandu satu orang, tapi juga ada yang mandu beberapa orang peserta,” kata Fris.

Lebih lanjut, Fris menyatakan bahwa secara umum para peserta yang dilayani oleh para protokoler merasa puas selama berada di hotel penginapan.

“Kami memakai beberapa hotel di Semarang untuk penginapan selama du hari. Dan secara umum, para peserta merasa nyaman. Bahkan saking nyamannya, ada salah satu protokoler perempuan yang diajak oleh peserta Rapimnas untuk menemani ke Jogja sampai hari senin,” tandas pria yang juga sebagai Ketua Bidang Generasi Muda dan Profesi (GMPro) DPW PKS Jateng ini.

Keberadaan para protokoler di milad PKS ke 15 kali ini memang sangat dibutuhkan oleh peserta Rapimnas PKS, yang datang dari berbagai penjuru tanah air. Oleh karena itu, Fris beserta tim 68 protokoler benar – benar mempersiapkan jauh – jauh hari para protokoler tersebut.

“Walaupun persiapan milad hanya 10 hari, namun kita segera running untuk mentraining para protokoler tersebut, yang rata – rata memang belum memiliki pengalaman keprotokoleran. Kami hadirkan langsung trainer protokoler dari DPP,” tandasnya.

sumber:http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/2013/04/24/154246/Protokoler-Jadi-Kunci-Sukses-Pelaksanaan-Milad-PKS

Presiden PKS "Terbang" ke Turki Kumpulkan Pengurus PKS se-Dunia


Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Anis Matta bersama rombongan Selasa (23/4) malam ini, meninggalkan Jakarta menuju Istanbul, Turki, untuk bertemu dengan pengurus perwakilan PKS luar negeri dan kader seluruh dunia.

"Istanbul kita pilih karena posisinya di tengah-tengah sehingga kader PKS dari Afrika, Eropa, Amerika, dan Asia mudah berkumpul," ujar Anis Matta.

Selain itu, Presiden PKS dan rombongan berencana bertemu dengan pengurus AK Party yang kini berkuasa di Turki. AK Party sendiri telah cukup lama bekerjasama erat dengan PKS.

Diharapkan, kader PKS dapat belajar dari AK Party yang berhasil mengubah Turki dari negara yang tidak diperhitungkan di Eropa (The Sick Man of Europe) menjadi salah satu negara yang perekonomiannya paling menggairahkan dan diperhitungkan di dunia (emerging market). Turki yang sebelumnya dikuasai militer juga sukses mengelolah transisi negaranya menjadi negara demokrasi maju dan modern.

Pertemuan akan digelar selama dua hari, 27-28 April 2013, disi dengan pengarahan Presiden PKS dan konsolidasi kader menghadapi Pemilu 2014.

Sejak terpilih menjadi Presiden PKS pada 1 Februari 2013, Anis Matta melakukan roadshow maraton ke seluruh wilayah Indonesia. Wilayah yang menjadi prioritas adalah Jabar, Sumut, Jateng, NTB, dan Maluku Utara.

"Saya ingin mengukur apakah mesin politik masih penuh bekerja," ujar Anis.

Hasilnya cukup menggembirakan. Di Jabar dan Sumut, kader PKS yang diusung dalam Pilkada memenangkan kursi Gubernur.Sementara di sejumlah Pilkada tingkat kota/kabupaten di Jabar, Kalsel, dan Kalteng, kader PKS juga memenangkan Pilkada.

"Saya anggap konsolidasi di dalam negeri telah selesai dan sekarang waktunya saya bertemu kader di seluruh dunia," tandas Anis

Kader PKS di seluruh dunia tercatat sebanyak 7.000 orang yang tersebar di 22 negara. Sejauh ini jumlah tersebut merupakan jumlah kader partai politik terbesar yang berada di luar negeri.



sumber:http://www.pkskarimun.org/2013/04/presiden-pks-terbang-ke-turki-kumpulkan.html?utm_source=feedburner&utm_medium=feed&utm_campaign=Feed%3A+duniapks+%28Dunia+PKS%29

PKS dan Kisah Juha



 Menulis tentang PKS memang selalu menarik perhatian, karena akan selalu menghadapkan mereka yang disebut PKS lovers dengan mereka yang kontra (sengaja penulis tidak menyebutkan julukan bagi pihak ini).

Terlepas dari itu semua,  harus diakui bahwa setiap ada berita tentang PKS, setidaknya selalu ada tanggapan, tergantung di situs mana berita itu dimuat. Jika di situs yang banyak kontranya, sudah barang tentu tanggapannya hanya berupa hujatan dan sinisme.

Adanya dua kubu tersebut membuat PKS serba disoroti gerak-geriknya; benar apalagi salah!

Aktivitas apa saja yang dilakoni PKS selalu menuai pro dan kontra yang melibatkan dua kubu itu. Entah magnet apa yang dimiliki PKS hingga selalu terjadi demikian.

Penulis sebenarnya bukan kader PKS, tetapi setidaknya memang banyak memiliki teman-teman di PKS, bahkan ada yang di tingkat DPP. Itulah yang membuat penulis paham karakter orang-orang PKS, kelebihan dan kekurangan mereka (karena dua sisi yang berlawanan ini pasti akan ada pada setiap orang). Dan, penulis juga menjadi maklum kenapa banyak tulisan yang tendensius terhadap PKS dari orang-orang yang memang tidak paham dengan PKS dan karakter orang-orangnya (baca: kader).

Jika boleh mengibaratkannya, penulis mengibaratkannya dengan sebuah pesantren yang kyainya seorang yang dikenal rajin ibadah (saleh), karismatik, dekat dan peduli dengan masyarakat sekitar. Di sebelah pesantrennya ini, ada pesantren lain yang menganggap pesantren kyai ini sebagai pesaing, dan juga ada sekelompok masyarakat yang agak jauh belum mengenal sosok sang kyai. Lalu tiba-tiba muncul berita yang  mencemarkan nama baik sang kyai, entah darimana asalnya.

Menyikapi berita ini, pasti semua santri dan masyarakat yang mengenal dengan baik sosok kyai tidak akan pernah percaya dengan berita miring itu. Bahkan, akan menuding adanya pihak yang ingin menjatuhkan sang kyai. Tetapi sebaliknya, bagaimana sikap pesantren sebelah dan masyarakat yang belum mengenal kyai tadi? Tentu mereka percaya; sebagian malah girang dan sebagian lagi akan mengeluarkan pendapat-pendapat pribadi yang memojokkan sang kyai karena ketidaktahuan tersebut. Kira-kira, menurut hemat penulis, begitulah yang dirasakan oleh PKS lovers, dari kader hingga simpatisannya terkait kasus yang mendera orang nomor satu mereka. Dan begitu pulalah sikap yang ditunjukkan beragam masyarakat; ada yang girang karena menganggap PKS sebagai saingan politik yang berat, ada yang mengeluarkan statement-statement sinis karena tidak begitu mengenal karakter PKS dan orang-orangnya.

Penulis mohon maaf, karena pembukaannya terlalu panjang sehingga seakan melupakan kaitan tulisan ini dengan judul di atas. Nah, apa kaitan PKS dengan kisah JUHA ‘ARAB’?

JUHA adalah tokoh dalam kisah-kisah jenaka Arab. Dia sosok yang melambangkan keluguan, kepolosan. Di antara kisahnya itu, ada kemiripan dengan serba-salahnya sikap PKS, terutama di mata mereka yang kontra.

Kisahnya begini, suatu ketika JUHA mengadakan perjalanan bersama anaknya dan keledai milik mereka. Dalam perjalanan itu, JUHA menunggang keledainya, sementara sang anak mengikuti dari belakang dengan berjalan kaki. Di tengah perjalanan, ada banyak mata melihat mengomentari JUHA. Mereka mengatakan, “Lihatlah, betapa teganya sang ayah. Dia membiarkan anaknya berjalan kaki, sementara dia enak-enakan naik keledai.”

Mendengar komentar itu, JUHA akhirnya turun dan meneruskan perjalanan. Kali ini, dia menyuruh sang anak yang naik sementara dia sendiri berjalan kaki di belakang. Di tengah perjalanan, beberapa pasang mata kembali mengomentari. Mereka berkata, “Lihatlah, betapa kurang ajarnya si anak. Dia membiarkan ayahnya yang sudah tua berjalan kaki di belakang sementara dia enak-enakan naik keledai.”

Mendengar komentar itu, sang anak pun akhirnya turun, dan mereka melanjutkan perjalanan. Kali ini, kedua-duanya yang naik keledai. Di tengah perjalanan, kembali beberapa pasang mata mengomentari, “Alangkah teganya kedua orang itu. Mereka sama sekali tidak kasihan dengan binatang.”

Mendengar komentar itu, keduanya pun turun dan meneruskan perjalanan lagi. Kali ini, keduanya tidak lagi menaiki keledai. Di tengah perjalanan, sejumlah pasang mata mengomentari, “Lihatlah, alangkah bodohnya kedua orang itu. Mereka memiliki kendaraan tapi tidak dimanfaatkan.”

Mendengar komentar itu, JUHA pun akhirnya menyadari, bahwa apabila mereka menuruti kemauan semau orang demi mendapatkan restu mereka, pasti tidak akan bisa. Sebab batasan restu seseorang sangat abstrak.

Terkait PKS, hampir mirip dengan sikap serba salah JUHA tersebut. Ibaratnya, PKS berlaku baik SALAH, PKS salah apalagi!

PKS ikut permainan demokrasi dengan baik, dianggap sinis, tak sesuai!
PKS pro umat dan ISLAM dianggap fundamentalis, garis keras!
Termasuk, berita terakhir di mana PKS mendaftarkan seorang pendeta jadi CALEG Indonesia Timur. Ada yang menuduh mencari sensasi dan seterusnya.
Coba yang melakukan itu bukan PKS, seperti PKB, pasti tidak dipermasalahkan. Tanya Kenapa?
PKS terlihat eksklusif salah.
Katanya harus inklusif, PKS inklusif eh SALAH juga!

Yang jelas, PKS harus mengambil sikap terus melangkah maju selama meyakini apa yang dilakukan itu benar.

Oleh: Wasim Jamil

sumber:http://politik.kompasiana.com/2013/04/23/pks-dan-kisah-juha-arab-553982.html

Post Terpopuler

Arsip Blog

Total Tayangan Halaman

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. )|( PKS Bae Kudus - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger