Menarik untuk mencermati
langkah-langkah yang diambil oleh PKS akhir-akhir ini. Setelah lebih
kurang 3 bulan lamanya, sejak penahanan mantan Presiden PKS, para
elitnya membatasi diri untuk tidak memberikan komentar sedikitpun
terhadap kasus yang sedang dialami oleh LHI.
Namun saat ini, setelah
kejadian upaya penyitaan yang dilakukan oleh KPK terhadap mobil-mobil
yang diduga berkaitan dengan LHI di kantor DPP PKS, seolah telah merubah
pola permainan PKS 180 derajat dari strategi yang sebelumnya dilakukan.
Mengakomodasi prinsip Tsun Zhu dalam bukunya, “The Art Of War”.
“Pertahanan yang terbaik adalah menyerang”. Maka menyerang, itulah
strategi yang diterapkan PKS dalam kasus yang menimpa mantan presidennya saat ini.
Padahal, seandainya kita berfikir sejenak, strategi yang dilakukan PKS sebelumnya terlihat berjalan cukup
efektif. Setidaknya ada beberapa indikator yang menunjukkan tentang
efektifitas langkah yang diambil PKS tersebut.
Yang pertama, tidak
terjadinya demoralisasi secara massif terhadap kader dan konstituennya.
Bahkan kalangan kader dan grass rootnya terlihat semakin solid dalam
melakukan kerja kepartaiannya. Yang kedua,
dimenangkannya pilkada di dua provinsi besar, yaitu jawa barat dan
Sumatra utara.
Walaupun hal ini dibantah oleh banyak pengamat bahwa
peran partai sangat kecil dalam kemenangan suatu pilkada, namun
disinilah penulis banyak melihat ketidak konsistenan konstruksi berfikir
para pengamat. Sebagai contoh, mereka memandang kekalahan dede yusuf
dalam pilkada jabar sangat dipengaruhi oleh buruknya pencitraan media
terhadap partai yang mengusung dede yusuf yaitu PD. Akan tetapi berbalik
di dalam mensikapi kemenangan Aher, mereka menafikan adanya pengaruh partai terhadap partai yang mengusung Aher, yaitu PKS.
Kembali kepada
perubahan strategi yang saat ini diambil oleh PKS. Penulis melihat,
seolah pilihan politik yang diambil PKS ini sangat berlawanan terhadap
konstruksi arus berfikir publik.
Tindakan PKS yang melaporkan beberapa
“oknum” KPK kepada mabes Polri, terkesan PKS sedang kehilangan nalar
politiknya. Sehingga banyak memunculkan komentar baik dari kalangan
pengamat maupun dari sesama aktivis politik lainnya seperti, “PKS sedang
berupaya melakukan kriminalisasi terhadap KPK”, “PKS sedang melakukan
bunuh diri politik”, “PKS akan ditinggalkan pemilihnya pada 2014 nanti”,
dan segala macam bentuk komentar lainnya.
Kehadiran sekjen PKS bersama
koleganya ke mabes Polri, seolah mengkonfirmasi kepada public bahwa
mereka sangat meyakini dengan mantap langkah yang sedang mereka tempuh
meskipun berlawanan dengan arus public.
Apakah ini menunjukkan
bahwa keputusan PKS yang diambil oleh para elitnya adalah keputusan
yang tidak cerdas, emosional dan tidak berdasar logika yang sehat?.
Penulis yakin, para elit PKS tentu tidak sebodoh dan sedangkal itu cara
berfikirnya. Mungkin inilah
cara PKS dalam berstrategi, sebagaimana yang dikatakan Presidennya yang
baru, Anis Matta,”kita berfikir tidak mengikuti sebagaimana kebanyakan
orang maupun pengamat berfikir”.
Lalu apa sebenarnya
yang melatar belakangi, sehingga PKS nampak begitu percaya diri untuk
menerjang arus public yang selama ini memposisikan KPK sebagai lembaga
yang”sakral”?. Maka kemudian, pihak manapun yang berdiri berhadapan
dengan institusi KPK, dipandang sebagai upaya pelemahan terhadap lembaga
super body tersebut atau bahasa lain, “corruptor fight back”.
Dari
sudut inilah, maka penulis mencoba untuk menyelami, bagaimana konstruksi
berfikir PKS dengan sudut pandang yang berbeda.
Yang pertama, hubungan
antara elit PKS maupun para kadernya, memiliki ikatan kepercayaan yang
sangat kuat. Kalangan kader grass root memandang, keputusan apapun yang
diambil oleh pemimpinnya akan berimplikasi pada kemaslahatan bersama
meskipun keputusan itu melawan arus public. Sehingga apapun dampak yang
akan muncul di kemudian hari, mereka akan siap menghadapinya. Dan setiap
kader akan berfungsi sebagai supporting system untuk memenangkan opini
public yang diambil oleh para elitnya.
Yang kedua, PKS ingin
menunjukkan diri kepada public sebagai partai yang berkarakter.
Saat ini
hampir tidak ada satu institusipun yang berani berhadapan secara
frontal dengan KPK meskipun pihak yang melakukan kesalahan adalah KPK.
Apa lagi Partai Politik, karena bagi mereka, upaya untuk melawan KPK
sama saja menggali kuburan mereka sendiri terutama ketika semakin
mendekati pemilu.
Maka dari sini penulis meyakini, konsistensi PKS untuk
melakukan otokritik terhadap KPK suatu saat akan mampu membuka dan
membalikkan mata public dalam memandang KPK.
Apa lagi upaya pembentukan
opini public ini didukung oleh seluruh kadernya yang konon berjumlah 1,5
juta orang. Seandainya pembentukan public opini ini dilakukan secara
massif oleh seluruh kadernya baik melalui forum diskusi, obrolan warung
kopi, social media dan lain sebagainya, maka hanya masalah waktu bagi
PKS untuk memetik hasilnya.
Ketiga, PKS ingin
melakukan edukasi terhadap masyarakat termasuk para pengamat politik.
Bahwa di dalam Negara demokrasi, tidak boleh ada satu institusipun yang
berjalan tanpa kontrol, termasuk institusi hukum.
Karena kekuasaan yang
tanpa control bisa menimbulkan tindakan “abuse of power”. Lembaga
tersebut bisa digunakan untuk menekan lawan politik, pelanggaran
terhadap hak-hak individu dan lain sebagainya.
Dukungan terhadap
pemberantasan korupsi tidak berarti kita harus menutup mata terhadap
pelanggaran yang dilakukan oleh lembaga pemberantas korupsi tersebut.
Harus ada kritik dan pengawasan dari masyarakat agar mereka terhindar
dari tindakan abuse of power.
Setidaknya dalam
jangka pendek, penulis mengamati efektivitas perubahan strategi yang
dilakukan oleh PKS. Ini terlihat dari tidak berkembangnya isu liar
secara massif tentang opini pembubaran PKS yang dilakukan pertama kali
oleh ICW. Maka upaya PKS ini harus kita acungi jempol.
Keberanian mereka
untuk melawan arus opini public menunjukan bahwa PKS adalah partai yang
berkarakter dan tidak pragmatis. Masih ada waktu setahun bagi kita
untuk melihat, apakah PKS akan sukses memetik hasil dari strateginya
pada pemilu 2014 nanti? Wallahu ‘alam Bishshowab
Mas Toto
Komunitas Indonesia PFootscray, Melbourne
sumber:http://politik.kompasiana.com/2013/05/16/langkah-kuda-pks-560766.html
0 comments:
Posting Komentar